JAKARTA - Menyusutnya cadangan devisa Indonesia pada September 2025 tidak membuat pemerintah gusar.
Alih-alih memandangnya sebagai ancaman, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa justru menilai hal tersebut sebagai bukti bahwa fungsi cadangan devisa berjalan sebagaimana mestinya: menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat kepercayaan pasa
Cadangan devisa Indonesia tercatat turun menjadi US$148,7 miliar pada September 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni US$150,7 miliar. Namun, Purbaya menegaskan bahwa penggunaan cadangan devisa memang ditujukan untuk intervensi pasar dan stabilisasi mata uang.
“Enggak ada concern. Cadangan devisa memang dipakai untuk itu. Rupiah sekarang menguat, artinya ini sinyal kepercayaan terhadap ekonomi sudah membaik. Investor asing juga akan mulai masuk lagi,” jelas Purbaya di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta.
Cadangan Devisa, Instrumen untuk Menjaga Stabilitas
Menurut Purbaya, cadangan devisa bukan sekadar angka yang dipajang dalam laporan bulanan, melainkan instrumen penting untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Fluktuasi jumlahnya merupakan hal yang wajar, karena dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan mendesak, termasuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar global.
“Cadangan devisa memang digunakan untuk itu,” tegasnya.
Purbaya juga menambahkan bahwa penggunaan cadangan devisa mampu memperkuat sentimen positif terhadap perekonomian nasional. Dengan intervensi yang tepat, pemerintah menunjukkan keseriusan dalam menjaga kestabilan moneter, sehingga kepercayaan investor dapat terus terjaga.
Tren Penurunan dalam Perspektif Setahun
Jika dibandingkan dengan periode satu tahun terakhir, posisi cadangan devisa September 2025 menjadi yang terendah sejak September 2024. Saat itu, Indonesia mencatatkan cadangan devisa sebesar US$149,9 miliar.
Meskipun demikian, level saat ini masih dianggap cukup aman. Angka US$148,7 miliar masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional, yang biasanya ditentukan oleh kebutuhan pembiayaan impor selama beberapa bulan serta pembayaran utang luar negeri jangka pendek.
Dengan kata lain, meski terjadi penurunan, cadangan devisa Indonesia tetap berada dalam kondisi sehat.
Rupiah Menguat, Investor Diperkirakan Kembali
Salah satu indikator yang menegaskan optimisme pemerintah adalah pergerakan nilai tukar rupiah. Setelah sempat tertekan dalam beberapa hari sebelumnya, rupiah akhirnya menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan Selasa 7 Oktober 2025, rupiah di pasar spot ditutup menguat 0,13% ke posisi Rp16.561 per dolar AS. Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia juga naik 0,22% menjadi Rp16.560 per dolar AS.
Bagi Purbaya, perbaikan kurs ini menjadi bukti bahwa pasar merespons positif langkah pemerintah dan otoritas moneter dalam mengelola cadangan devisa. Dengan stabilitas yang mulai terjaga, ia memperkirakan arus modal asing akan kembali masuk ke pasar keuangan domestik.
“Rupiah sekarang menguat, artinya ini sinyal kepercayaan terhadap ekonomi sudah membaik. Investor asing juga akan mulai masuk lagi,” ujarnya.
Penurunan yang Tidak Perlu Ditakuti
Seringkali penurunan cadangan devisa dipersepsikan sebagai tanda lemahnya fundamental ekonomi. Namun, bagi Purbaya, penurunan kali ini justru menunjukkan cadangan devisa menjalankan perannya sebagaimana mestinya.
Alih-alih menyimpan dana tersebut secara pasif, pemerintah memilih menggunakannya secara aktif untuk memastikan nilai tukar tetap stabil. Strategi ini dinilai lebih baik daripada membiarkan volatilitas rupiah berlangsung terlalu lama, yang bisa mengganggu kepercayaan pasar.
Dengan cadangan devisa yang masih kuat, langkah intervensi semacam ini dapat dilakukan tanpa mengancam ketahanan eksternal Indonesia.
Konteks Global dan Ketahanan Nasional
Perubahan cadangan devisa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dinamika global. Tekanan terhadap rupiah dalam beberapa pekan terakhir dipicu oleh penguatan dolar AS dan kebijakan suku bunga tinggi di Amerika.
Dalam kondisi seperti ini, intervensi pasar menjadi kebutuhan agar volatilitas rupiah tidak berlarut-larut.
Indonesia sendiri masih dianggap memiliki fundamental ekonomi yang cukup kuat, dengan pertumbuhan yang stabil, inflasi terkendali, serta komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan fiskal.
Oleh sebab itu, penurunan cadangan devisa sebesar US$2 miliar bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan secara berlebihan.
Kesimpulan: Optimisme di Balik Penurunan
Secara keseluruhan, pesan yang ingin disampaikan pemerintah jelas: cadangan devisa tidak hanya untuk disimpan, melainkan untuk digunakan sesuai fungsinya. Penurunan pada September 2025 bukan tanda bahaya, melainkan wujud peran cadangan devisa dalam menjaga stabilitas rupiah.
Dengan nilai cadangan yang masih tergolong aman, penguatan kurs rupiah, serta keyakinan bahwa investor asing akan kembali masuk, pemerintah optimistis kondisi ekonomi nasional tetap terjaga.
Bagi Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, tidak ada alasan untuk panik. Justru penurunan cadangan devisa menjadi bukti bahwa instrumen ini bekerja untuk melindungi perekonomian Indonesia dari gejolak eksternal, sekaligus memperkuat keyakinan bahwa arah ekonomi Tanah Air tetap berada di jalur yang positif.