JAKARTA - Fenomena akuisisi emiten berskala kecil kembali menyita perhatian pasar modal Indonesia. Kali ini, sorotan tertuju pada manuver Noprian Fadli, seorang figur yang dalam setahun terakhir konsisten muncul di balik sejumlah aksi korporasi, mulai dari PT Techno9 Indonesia Tbk. (NINE), PT Harta Djaya Karya Tbk. (MEJA), hingga PT Multi Makmur Lemindo Tbk. (PIPA).
Apa yang menarik, sepak terjang Noprian bukan sekadar pergeseran kepemilikan saham, tetapi mulai membentuk tren konsolidasi di sektor perusahaan terbuka kecil-menengah yang kerap menjadi sasaran investor strategis.
Dampaknya, harga saham tiga emiten tersebut melonjak signifikan, memicu perdebatan apakah ini cerminan prospek bisnis atau hanya spekulasi jangka pendek.
Dari PIPA, MEJA, hingga NINE
Jejak terbaru Noprian terlihat dalam keterbukaan informasi PIPA pada 6 Oktober 2025.
Melalui PT Morris Capital Indonesia (MCI) yang ia pimpin sebagai CEO sekaligus co-founder, Noprian mengumumkan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) untuk membeli 43,8% saham PIPA dari pemegang saham pengendali: Junaedi, Nanang Saputra, dan Hendrik Saputra.
Saat ini, MCI memegang 5,1% saham PIPA. Jika transaksi rampung pada 10 Oktober 2025, kepemilikan MCI naik menjadi 48,9%, menjadikannya pengendali baru perusahaan.
Langkah serupa juga tampak pada MEJA. Dalam keterbukaan informasi 3 Oktober 2025, terungkap rencana akuisisi 45% saham oleh PT Bisnis Bersama Berkah dan PT Triple Berkah Bersama (Triple B).
Dua entitas itu kembali mengaitkan nama Noprian, yang tercatat sebagai ultimate beneficial owner (UBO) sekaligus Direktur.
Sementara itu, jejak awal Noprian di lantai bursa muncul saat dirinya masuk ke NINE pada Oktober 2024. Ia ditunjuk sebagai Komisaris Utama, sekaligus mengambil alih 12% saham dari Heddy Kandou, pemegang saham pengendali.
Tak berhenti di situ, Noprian turut membawa rekannya di Triple B Advisory, Nuzwan Gufron, menjadi Direktur Utama NINE.
Strategi Konsolidasi dan Jejaring Perusahaan
Langkah agresif ini memperlihatkan pola yang sama: Noprian mengandalkan entitas investasi yang dipimpinnya untuk mengambil posisi strategis di emiten, lalu memperkuat struktur manajemen dengan jejaring bisnis yang telah ia bangun melalui Morris Capital Indonesia dan Triple B Advisory.
Triple B sendiri dikenal sebagai perusahaan investasi, holding, sekaligus konsultan keuangan yang berbasis di Jakarta Selatan. Sementara MCI, yang berdiri sejak 2004, aktif memberi jasa advisory dan investasi, termasuk merger, akuisisi, hingga restrukturisasi.
Kombinasi keduanya memperlihatkan gaya manuver khas Noprian: mengakumulasi kepemilikan di perusahaan-perusahaan publik dengan kapitalisasi kecil, memperkuat posisi manajerial, lalu membuka pintu bagi investor strategis, baik lokal maupun asing.
Contoh paling nyata terlihat di NINE, yang belakangan diketahui bakal diambil alih mayoritas sahamnya oleh Poh Group Pte. Ltd. asal Singapura, melalui conditional sale and purchase agreement (CSPA) yang diteken Januari 2025.
Lonjakan Saham dan Euforia Pasar
Gerak saham ketiga emiten pun mencerminkan euforia pasar atas manuver tersebut. Hingga 3 Oktober 2025:
NINE naik 140,31% year-to-date (YtD), dari Rp141 ke Rp310.
PIPA melesat 5.581,82%, dari Rp12 ke Rp625.
MEJA menguat 63,63% dalam sebulan terakhir, dari Rp99 ke Rp162.
Lonjakan ini menimbulkan pertanyaan klasik: apakah kenaikan harga saham merefleksikan prospek bisnis pasca akuisisi, atau sekadar dorongan spekulasi akibat pergantian pengendali?
Profil Singkat Noprian Fadli
Siapa sebenarnya sosok di balik deretan akuisisi ini? Berdasarkan laporan tahunan NINE 2024, Noprian Fadli adalah pria kelahiran Manado, berusia 51 tahun. Ia menamatkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (1998) dan meraih Magister Manajemen Keuangan dari Universitas Padjadjaran (2000).
Kariernya dimulai di Bank CIMB Niaga sebagai Account Officer, kemudian meniti jalur keuangan hingga sempat menjabat Banking Head di CIMB Kuala Lumpur. Pada 2004, ia mendirikan MCI, lalu pada 2015 membentuk Triple B Advisory.
Selain itu, Noprian juga dikenal sebagai Presiden Direktur PT Jimbaran Inti Mandiri, Komisaris Independen PT Grahamas Citrawisata Tbk., serta memiliki hubungan dengan kelompok usaha besar seperti Medco.
Reaksi Pasar dan Pertanyaan Investor
Meski manuver akuisisi mencerminkan strategi konsolidasi, tidak semua pihak langsung menilai positif. Bisnis sempat mencoba menghubungi Noprian untuk mengonfirmasi detail rencana akuisisi MEJA, namun belum ada jawaban.
Di sisi lain, manajemen NINE sempat menyatakan terbuka terhadap investor strategis baru, termasuk asing. Pernyataan tersebut menguatkan dugaan bahwa akuisisi Noprian hanyalah fase awal sebelum masuknya pemodal besar.
“Perseroan dalam tahap pembahasan dengan dua investor, satu asing dan satu lokal, dengan proyek bernilai triliunan,” ujar Nuzwan Gufron, Direktur Utama NINE, pada akhir 2024.
Tren Baru di Bursa?
Melihat pola yang terjadi, langkah Noprian Fadli bisa mencerminkan tren baru di pasar modal Indonesia: akumulasi emiten kecil oleh perusahaan investasi yang kemudian dijadikan pintu masuk bagi investor besar.
Jika strategi ini berhasil, maka saham-saham kecil berpotensi mendapat nilai tambah melalui masuknya modal segar dan manajemen profesional. Namun, risiko tetap ada jika kenaikan harga saham hanya didorong oleh euforia akuisisi tanpa dukungan fundamental bisnis yang solid.
Kesimpulan
Manuver Noprian Fadli di NINE, MEJA, dan PIPA memperlihatkan dinamika menarik di pasar modal Indonesia. Dari sosok yang semula relatif asing, ia kini menjelma aktor penting dalam serangkaian akuisisi strategis.
Bagi investor, pertanyaan utamanya adalah: apakah langkah ini membuka peluang pertumbuhan jangka panjang bagi emiten-emiten kecil, atau justru sinyal bubble baru di lantai bursa?
Yang jelas, jejak Noprian Fadli kini menjadi cermin bagaimana pasar modal Indonesia mulai dipenuhi strategi akumulasi dan konsolidasi yang berpotensi mengubah wajah investasi di Tanah Air.