JAKARTA - Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalurkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) memunculkan perdebatan di kalangan ekonom.
Di satu sisi, langkah ini dipandang sebagai upaya menjaga likuiditas dan mendorong aktivitas ekonomi di daerah. Namun, di sisi lain, efektivitas kebijakan tersebut masih dipertanyakan, terutama karena kondisi BPD saat ini justru mengalami kelebihan likuiditas.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman, menilai bahwa penempatan dana negara di bank daerah berpotensi sekadar memindahkan dana menganggur dari satu pos ke pos lain tanpa memberi dampak nyata bagi perekonomian.
“Tanpa arus keluar ke sektor riil, kebijakan ini hanya memindahkan dana idle antar pos tanpa memberi dampak ekonomi nyata,” kata Rizal.
BPD Sudah Kelebihan Likuiditas
Menurut Rizal, akar persoalan bukanlah kurangnya likuiditas di BPD, melainkan rendahnya penyerapan anggaran dan penyaluran kredit. Dana yang mengendap di perbankan daerah sebenarnya sudah melimpah, tetapi tidak mengalir ke kegiatan produktif.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya syarat ketat dalam kebijakan ini.
Penempatan SAL, kata Rizal, sebaiknya disertai aturan jelas, misalnya kewajiban BPD untuk menyalurkan kredit produktif atau bekerja sama dengan lembaga penjamin agar dana benar-benar tersalurkan ke sektor yang membutuhkan.
“Jika tidak, BPD akan cenderung menempatkan dana tersebut ke instrumen aman jangka pendek yang minim multiplier effect. Kuncinya bukan sekadar menjaga likuiditas, tapi memastikan dana publik benar-benar menggerakkan ekonomi daerah,” ujarnya.
Rencana Menkeu: Dana Mengalir ke Bank Jatim dan Bank DKI
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengonfirmasi rencana tersebut. Ia menyebut ada dua BPD yang akan menjadi penerima awal dana SAL, yakni Bank Jatim dan Bank DKI Jakarta.
Langkah ini menjadi kelanjutan dari strategi pemerintah sebelumnya yang menempatkan dana di Bank Himbara. Kali ini, fokus digeser ke bank daerah dengan harapan ekonomi lokal lebih cepat bergerak, terutama di akhir tahun ketika kebutuhan likuiditas meningkat.
Perspektif Berbeda: Optimisme Ekonom Maybank
Di sisi lain, Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, melihat kebijakan ini dari kacamata berbeda. Ia menilai keputusan pemerintah justru strategis karena bisa mempercepat perputaran ekonomi di daerah.
“Ya terutama kalau lihat dia ingin memulai dengan menaruh dana di Bank Jakarta ya, sekitar Rp 10-20 triliun. Jadi harapannya sih bisa mendongkrak sektor riil terutama dengan penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas pembangunan pemerintah,” ujar Myrdal.
Menurutnya, selama ini dana pemerintah daerah (Pemda) memang banyak mengendap di BPD. Alasan utamanya, program pembangunan belum berjalan, sementara Pemda masih mengharapkan imbal hasil dari dana yang disimpan.
Maka, penempatan SAL dari pemerintah pusat ke BPD kali ini bisa berbeda karena tujuannya jelas: mendorong penyaluran kredit yang lebih produktif.
Menjaga Fokus Penyaluran Kredit
Myrdal juga menekankan pentingnya pengawasan agar dana yang masuk ke BPD tidak sekadar dialihkan ke instrumen investasi aman, seperti surat utang atau aset sekuritas.
Menurutnya, arah kebijakan pemerintah cukup jelas, yakni mendorong pembiayaan ke sektor riil yang sesuai dengan program pembangunan nasional.
Lebih jauh, ia menyebut sektor prioritas tersebut sejalan dengan delapan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang meliputi:
kemandirian pangan dan energi,
penyediaan makanan bergizi gratis (MBG),
peningkatan pendidikan dan layanan kesehatan,
penguatan koperasi Desa Merah Putih dan UMKM,
penguatan pertahanan,
percepatan investasi dan ekspor.
“Jadi ya memang niatnya untuk dorong supaya ekonomi daerah lebih bergerak ya, asalkan ya itu disalurkan ke sektor yang terkait dengan program prioritas pembangunan pemerintah,” pungkas Myrdal.
Catatan Penting Bagi Pemerintah
Dari dua pandangan ekonom tersebut, terlihat jelas bahwa kebijakan penempatan SAL di BPD memiliki potensi sekaligus tantangan. Potensi besarnya terletak pada kemampuan kebijakan ini memperkuat arus kredit ke sektor-sektor produktif di daerah.
Namun, tantangannya adalah memastikan dana benar-benar digunakan untuk kegiatan riil, bukan sekadar parkir di instrumen keuangan jangka pendek.
Efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada mekanisme pengawasan, serta komitmen BPD dalam menyalurkan dana ke sektor prioritas pembangunan. Tanpa itu, kebijakan bisa kehilangan makna dan hanya menjadi pemindahan likuiditas belaka.
Kesimpulan
Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan dana SAL di BPD, khususnya Bank Jatim dan Bank DKI, menimbulkan perdebatan di kalangan ekonom.
Rizal Taufikurahman dari INDEF menyoroti risiko kebijakan hanya sebatas memindahkan dana tanpa dampak nyata, sementara Myrdal Gunarto dari Maybank menilai langkah ini berpotensi mendorong sektor riil bila diarahkan ke sektor prioritas.
Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemerintah mengawalnya. Jika mampu memastikan penyaluran kredit produktif, kebijakan ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Namun, jika pengawasan longgar, dana publik berisiko kembali mengendap tanpa memberi nilai tambah bagi pembangunan.